Optimalisasi Kandungan Total Lipid Chlorella vulgaris Dengan Aerasi CO2.
Ivend Umbu Jawa, Puji
Norbawa, Ervia Yudiati, Ali Ridho*)
*)Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan Dan Ilmu
Kelautan
Universitas Diponegoro
Jl. Prof. Sudarto, SH,
Tembalang, Semarang, Jawa Tengah
Email :
vendrocky@gmail.com
ABSTRAK
Pemanasan suhu bumi (global warming) telah terjadi, khususnya
sejak 2 dekade terakhir, dan dampak negatifnya berupa cuaca ekstrem, kemarau
panjang, banjir, sea level rise telah mengakibatkan kerusakan lingkungan dan kerugian ekonomi. Peningkatan emisi CO2
di atmosfer diduga menjadi penyebab utama terjadinya global warming. Mikroalga sebagai produsen primer
memerlukan CO2 dalam jumlah besar dalam proses fotosintesanya,
sehingga berpotensi besar mampu menyerap dan
mensintesis unsur karbon tersebut. Kajian
kemampuan Chlorella vulagris dalam
produksi total lipid dan tingkat keberhasilannya diharapkan akan lebih efektif
dengan penambahan aerasi CO2. Penelitian ini menggunakan
masing-masing satu liter kultur murni C.
vulgaris yang diperkaya dengan media Walne. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Rancangan Acak
Lengkap dengan 4 perlakuan yaitu
aerasi karbondioksida
(CO2) selama 2
menit, 4 menit, 6 menit, dan 8 menit, serta Kontrol (tanpa aerasi).
Pengulangan dilakukan sebanyak tiga kali. Penghitungan
kepadatan sel dilakukan setiap hari dan pada fase eksponensial akhir, dilakukan
pemanenan dan penimbangan biomassa dan dianalisis total lipidnya. Parameter
kualitas air yaitu DO, CO2, alkalinitas,
pH dan salinitas diukur setiap hari. Data dianalisis secara statistik dengan Anova satu
arah. Rerata total lipid yang dihasilkan pada Kontrol, perlakuan aerasi 2 menit, 4 menit, 6 menit dan 8 menit
masing-masing adalah 11,41%, 22,09%, 3,04%, 63,46%, 51,03%. Peningkatan total
lipid pada perlakuan dengan aerasi terbukti secara
signifikan (p>0,01) mampu meningkatkan kadar total lipid apabila dibandingkan dengan
Kontrol. Mikroalga Chlorella vulgaris berpotensi
sebagai biodegradator CO2
sekaligus kandidat biodiesel.
Kata kunci : Chlorella
vulgaris, Total lipid,
Aerasi CO2.
ABSTRACT
Global warming has been developed
since two decades and this lead to stimulate the environmentally and
economically bad impact due to extreme climate, dry season, floods and sea
level rise. The augmentation of CO2
content in the atmosphere were strongly caused the global warming. Microalgae
as a primary producer needs high concentration of CO2 in their photosyntethic system. The study of the
performance of Chlorella
vulgaris to produce the total lipid by CO2 aeration was done. This
research were conducted in one litre pure culture of C. vulgaris which enriched with Walne medium.
Completely Randomized Design with four treatments i.e. 2, 4, 6 and 8 minutes
aeration and Controle without aeration were done. Each treatment was replicated
in three times. The cell density measurements was done every day. Water quality
parameters i.e. DO, CO2
,alkalinity, pH and salinity were monitored every day.In late exponential
phase, the microalgae were harvested and total biomass were weighed. The total
lipid was also analyzed. The data were analysed statistically with one way
anova. The average of total lipid content of Controle, 2, 4, 6 and 8 minutes
aeration were 11,41%, 22,09%, 3,04%, 63,46% and 51,03%, respectively. The
content of total lipid in aerated treatments were proven significantly higher
(p>0,01) compared to the
Controle. This indicates that C. vulgaris is high potential as a CO2 biodegradator as well as a biodiesel candidate.
Keywords : Chlorella vulgaris, Total lipid, CO2 aeration.
I. PENDAHULUAN
Kadar karbondioksida di atmosfer semakin hari semakin meningkat.
Kadar karbondioksida yang melebihi ambang batas toleransi di atmosfer ini
diindikasikan sebagai penyebab utama perubahan iklim yang banyak menyebabkan
kerugian diberbagai bidang. Pengurangan CO2 dengan memanfaatkan
proses fotosintesis merupakan salah satu solusi yang dapat diaplikasikan.
Mikroalga merupakan makhluk dengan
ukuran mikroskopis yang hidup di air
tawar maupun laut yang banyak
memanfaatkan CO2 sebagai proses fotosintesis. Proses fotosintesis
mikroalga lebih efektif daripada tanaman terestrial dan diharapkan sebagai
solusi dari pemanasan global (Brown dan Zeiler, 1993).
Selain
dapat digunakan sebagai biodegradator kadar karbondioksida, beberapa jenis
mikroalga juga mempunyai potensi untuk dijadikan sebagai sumber energi
terbarukan. Hal ini menyebabkan mikroalga sebagai sumber energi terbarukan yang
ramah lingkungan karena selain dapat digunakan sebagai sumber energi juga dapat
digunakan untuk memperbaiki kualitas udara. Lipid mikroalga mempunyai struktur
kimia yang sama dengan minyak tumbuhan darat dan telah diusulkan sebagai sumber
biodiesel (Chisti, 2007). Minyak mikroalga paling tinggi terakumulasi sebagai trigliserida
yang dapat diubah menjadi biodiesel (Zhang et al, 2003).
Chlorella merupakan mikroalgae yang
berpotensi untuk dibudidayakan baik sebagai pakan alami di bidang perikanan
maupun sebagai sumber energi alternatif baru (Isnansetyo dan
Kurniastuty, 1995). Organisme fotosintesis mikroskopik ini dapat tumbuh cepat,
sehingga memungkinkan dapat dipanen dalam beberapa hari, hal inilah yang tidak
dapat dilakukan pada sayuran atau gandum (Danielo, 2005). Indonesia
mempunyai perairan dangkal yang luas dengan sinar matahari yang cukup sepanjang
tahun, sehingga sangat besar kemungkinanya untuk membudidayakan alga.
2. BAHAN DAN METODE
2.1. Kultur Mikroalga
Bibit Chlorella vulgaris dari liter yang diperoleh dari Balai Besar
Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara sebanyak 2 diperbanyak dengan
cara kultur bertingkat. Kultur bertingkat
dilakukan dengan cara menambahkan 2 liter stok murni (1/3 bagian) ke
dalam 4 liter (2/3 bagian) media air
laut dengan salinitas 30 ppt yang telah ditambahkan pupuk Walne 6 ml
(konsentrasi 1ml/L). Proses kultur tersebut akan menghasilkan stock murni 6
liter. Selanjutnya dilakukan penanaman pada erlenmeyer dengan volume 1 L dengan
kepadatan awal sekitar 150 x 104 ml/sel. Kultur Chlorella
vulgaris dilakukan dalam suhu 18-20oC dan pencahayaan (2750 lux
selama 24 jam/hari) pada ruang yang
stabil.
2.2. Aerasi Karbondioksida (CO2)
Aerasi
karbondioksida (CO2) dilakukan setiap hari hingga waktu panen.
Setiap perlakukan diaerasi dengan waktu
yang berbeda masing – masing 2 menit, 4 menit, 6 menit, 8 menit.
Sedangkakan pada kontrol tidak dilakukan pemberian aerasi CO2. Dalam
penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap dengan menggunakan
tiga pengulangan.
Setelah dilakukan
aerasi karbondioksida (CO2) kemudian dilakukan penghitungan
karbondioksida (CO2) terlarut dengan metode titrimetri. Titrasi
dilakukan dengan menggunakan larutan Na2CO3 0,0454 N.
Pembuatan larutan titran dengan cara menimbang Na2CO3 sebanyak 2,407
gr dan dilarutkan dalam 1L aguades. Konsentrasi karbondioksida (CO2)
yang terlarut dihitung dengan menggunakan rumus APHA, AWWA (1978):
|
2.3. Pengamaan kepadatan dan parameter
Penghitungan
kepadatan dilakukan setiap hari dengan menggunakan haemacytometer. Penghitungan kepadatan dilakukan hingga fase
stasioner awal. Pada fase stasioner awal
kepadatan mulai berkurang karena media dalam kultur mulai kekurangan
nutrien. Akumulasi lipid terbesar terdapat pada fase stasioner awal
(Chiu et al, 2009). Kepadatan sel
alga diplotkan dalam kurva logaritmik dan laju tumbuh dari masing-masing
perlakuan dihitung dengan rumus laju pertumbuhan (Panggabean, 2011).
Pengamatan parameter
meliputi pengukuran salinitas, pH, DO, suhu dan kadar CO2 dilakukan
dengan menggunakan refraktometer, ph meter, termometer dan pengamatan CO2
menggunakan metode titrasi. Pengamatan kadar CO2 dilakukan setelah
10 menit dari waktu aerasi CO2. Kemudian dilanjutkan dengan
pengukukan salinitas, ph, DO dan suhu.
2.4. Analisa lipid mikroalga Chlorella
vulgaris
Ekstraksi lipid yang akan dilakukan merupakan
modifikasi dari metode Bligh and Dyer (1965) serta penggabungan proses fisika
dan kimia. Metode osmotik dilakukan dengan cara maserasi biomassa kering dengan
menggunakan metanol sebanyak 60 ml. Maserasi dilakukan pada suhu 400
celcius selama 2 jam. Perlakuan secara mekanik ditambahkan dengan melakukan stirring selama 10 menit. Kemudian
ditambahkan N-hexan sebanyak 60 ml berfungsi sebagai pelarut non polar. Proses
selanjutnya adalah pemisahan fraksi metanol dan n- heksan dengan menggunakan corong
pisah. Setelah di dapatkan fraksi n – heksan dilakukan proses soxhletasi untuk
mendapatkan lipid.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Respon pertumbuhan dan produksi total
lipid Chlorella
vulgaris dengan perlakuan aerasi CO2
Setiap
spesis mikroalga mempunyai respon pertumbuhan yang berbeda terhadap pemberian
perlakuan aerasi CO2. Hal itu disebakan karena setiap mikroalga
mempunyai kemampuan yang berbeda dalam biofixasasi karbondioksida dan
mengkonversinya menjadi energi. Pada penelitian ini menunjukkan hasil bahwa
pemberian aerasi karbondioksida pada mikroalga Chlorella vulgaris memberikan pengaruh positif pada pertumbuhan
mikroalga. Respon pertumbuhan Chlorella
vulgaris dengan aerasi CO2
diperlihatkan pada gambar 1.
Gambar 1. Pertumbuhan Chlorella vulgaris dengan waktu aerasi CO2 yang berbeda
selama 10 hari pemeliharaan.
Pada
grafik menunjukkan bahwa kontrol mempunyai kepadatan dan laju pertumbuhan yang
lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan. Sementara pada pemberian aerasi CO2
selama 2 menit setiap harinya menunjukkan kepadatan tertinggi. Pada perlakuan
pemberian aerasi selama 2 menit menunjukkan kepadatan puncak yaitu 1.078 x 104
sel/ml dan terjadi pada hari ke-9 setelah waktu kultur. Sementara pada kontrol
menunjukkan laju pertumbuhan paling rendah yaitu 788 x 104 sel/ml.
Sedangkan pada perlakuan pemberian aerasi selama 4 menit, 6 menit dan 8 menit
masing – masing menunjukkan puncak kepadatan yaitu 928 x 104 sel/
ml, 935 x 104 sel/ml dan 960 x 104 sel/ml. Pola
pertumbuhan tersebut hampir sama dengan pola pertumbuhan mikroalga Nannochloropsis oculata. Pada Nannochloropsis oculata pemberian aerasi
selama 1 menit, 2 menit dan 3 menit mampu meningkatkan kepadatan secara bertahap, namun terjadi
penurunan kepadatan secara drastis pada pemberian aerasi selama 4 menit
(Norbawa et al, 2012). Kemampuan
biofiksasi CO2 oleh mikroalga bersifat spesifik menurut jenis
alganya. Sesuai dengan hasil perlakuan variasi CO2 (0,05%, 2%, 5%
dan 10%) pada strain air tawar Chlorella vulgaris (Chrismadha et al, 2006). Pada
Chlorella sp. KR-1 laju tumbuhnya paling tinggi oleh penambahan 10% CO2
secara kontinyu dan strain tersebut masih dapat tumbuh dengan pemberian 70% CO2
(Sung et al., 1999). Chlorella sp. T-1 mempunyai toleransi lebih
tinggi terhadap CO2, yaitu sebesar 15% (Maeda et al., 1995). Chlorella sp. yang diinjeksi
secara kontinyu sebesar 5% dapat meningkatkan laju pertumbuhan dan disisi lain Chlorella sp. pada sistim
interval dan kontrol mengalami fase lag yang panjang (Panggabean, 2011)
Gambar 2. Berat basah dan berat kering Chlorella
vulgaris setelah pemanenan pada hari ke 10.
Dari
diagram diatas bisa kita lihat ternyata pemberian injeksi CO2 selama
4 menit berat basahnya lebih tinggi dibandingkakan kontrol dan perlakuan
lainnya. Pada perlakuan aerasi CO2 selama 4 menit berat basah mencapai 1891 mg
atau 70,6%. Sedangkan berat basah terkecil ada pada kontrol dengan berat basah
1208,3 mg. Sementara perlakuan aerasi CO2 pada 2 menit, 6 menit, 8 menit masing
– masing mencapai 1875,3mg ( 69,2% );
1760,3 mg (58,8%); 1650mg ( 38,9%). Hal ini dikarenakan jumlah air yang lebih
banyak pada perlakuan aerasi CO2 4 menit, yang menyebabkan berat
basahnya lebih tinggi.
Gambar
2 juga menunjukan perlakuan pemberian
aerasi CO2 selama 2 menit memiliki berat kering yang lebih tinggi
dibandingkan kontrol dan perlakuan lainnya. Pada pemberian aerasi CO2
selama 2 menit berat kering mencapai 298,7 mg ( 96% ). Jumlah berat kering terkecil tetap pada kontrol yaitu 152,3 mg.
Sementara berat kering pada perlakuan 4 menit, 6 menit, 8 menit berturut –turut
hanya mencapai 243,7 mg ( 59,9% ); 219,3 mg (43,9%); 224,7 mg (47,5%). Hasil
ini menunjukan tingginya berat basah pada perlakuan 4 menit sangat dimungkinkan
adanya jumlah air yang lebih banyak dibandingkan perlakuan lainnya, karena ternyata
hasil pengukuran berat kering masih didominasi oleh perlakuan aerasi CO2
selama 2 menit.
Gambar 3. Berat Kering dan berat lipid Clorella vulgaris pada pemberian lama
aerasi CO2 yang berbeda
Gambar 4. Total lipid Chlorella vulgaris dengan perlakuan pemberian lama aerasi CO2
yang berbeda
Berdasarkan hasil
analisa anova terbukti peningkatan total lipid pada perlakuan dengan aerasi terbukti secara
highly signifikan (p>0,01). Lipid tertinggi untuk mikroalga jenis Chlorella vulgaris ternyata ada pada
pemberian perlakuan aerasi CO2 selama 6 menit dengan berat minyak
138,67 mg atau 63,5% lipid. Jumlah lipid terkecil ada pada perlakuan aerasi CO2
selama 4 menit dengan berat minyak 7,3 mg atau 3% lipid. Berturut – turut
perlakuan aerasi CO2 selama 8 menit, 2 menit, dan kontrol mempunyai
berat minyak 114,7 mg (51% lipid); 64,3 ( 22% lipid ); 17 mg (11,4% lipid).
Grafik pada gambar 4 menunjukan perlakuan aerasi selama 6 menit mempunyai total
lipid tertinggi, diikuti perlakuan 8 menit, 2 menit, kontrol, dan terendah
perlakuan aerasi selama 4 menit. Pada pemberian aerasi selama 4 menit justru
terjadi penurunan produksi total lipid. Kondisi ini dimungkinkan karena pada
kondisi pemberian aerasi CO2 selama 4 menit Chlorella vulgaris lebih banyak memproduksi karbohidrat dan protein
yang sehingga perkembangan sel untuk melakukan pembelahan terjadi lebih lebih
cepat. Rendahnya kadar lipid mungkin berkaitan dengan aktifitas sintesa protein
sel alga (Panggabean, 2011). Hal ini sesuai dengan pendapat Chinnasamy et al.
(2009) yang menyatakan bahwa penambahan CO2 meningkatkan sintesa
protein dan karbohidrat, tetapi menurunkan kadar lipid pada sel. Hasil
penelitian Norbawa et al (2012) juga
menyatakan bahwa aerasi CO2 selama 3 menit pada mikroalga N. Oculata justru mengalami penurunan
lipid yang drastis sedangkan pada aerasi selama 4 menit terbukti meningkatkan
lipid secara signifikan.
Pada penelitian ini
kualitas air cukup terkontrol. Pemberian aerasi CO2 memberikan
pengaruh pada pH yang fluktuatif. Kisaran kualitas air dalam kultur yaitu
pH di kisaran (5,2 – 8,2), salinitas (33
-35), DO ( 8,6 – 9,6 ).
KESIMPULAN.
Hasil
eksperimen menunjukan bahwa biakan Chlorella
vulgaris dengan pemberian perlakuan aerasi CO2 selama 6 menit
mempunyai total lipid lebih tinggi yaitu sebesar 63,5% dibandingkan perlakuan aerasi CO2
(2 menit, 4 menit, 8 menit), dan control
yang masing – masing mempunyai total lipid sebesar 22%, 3%, 51%, 11,4%.
.
DAFTAR PUSTAKA
Apha,AWWA.1978. Standard Metode for the Examination
of water and waste water. Fourteenes Edition. Washington, DC 20036.1193 pp.
Bligh, E.G. & W.J. Dryer. 1959. A rapid method
of total lipid extraction and purification. Can.J.Biochem.Pysiol.,37:911-917
Brown, L.M., Zeiler,
K.G., 1993. Aquatic biomass and carbon dioxide trapping. Energy Conv. Manag.
34, 1005–1013.
Chisti, Y., 2007. Biodiesel from
microalgae. Biotechnol. Adv. 25, 294–306
Chisti, Y., 2008.
Biodiesel from microalgae beats bioethanol. Trends Biotechnol. 26, 126–131.
Chiu, S. Y, Y. K.
Chien, T.T. Ming, C.O. Seow, H.C. Chiun, dan S.L. Chih. 2009. Lipid
Accumulation and CO2 Utilization of Nannochloropsis oculata in Response
to CO2 Aeration, Bioresource Tech. 100: 833-838.
Chrismadha,T., Y.
Mardiah & D. Hardiansyah. 2006. Respon fitoplankton terhadap peningkatan
konsentrasi karbon dioksida udara. Limnotek, XIII(1):1-8.
Maeda,
K., M. Owada, N. Kimura, K.Omata & I. Karube. 1995. CO2 fixation from the
flue gas on coal-fired thermal power plant by microalgae. Energy.convers.Mgmt.,
36(6-9):717-720.
Norbawa.P, E.Yudiati
dan A.Okfan. 2012. Kajian Penambahan Karbondioksida (CO2)
sebagai Optimasi Produksi Total Lipid pada Mikroalga Nannochloropsis oculata. Prosiding bioteknologi kelautan 2012
Panggabean,
L.M.G.2011. Fiksasi Karbondioksida pada
Mikroalga Chlorella sp., strain Ancol dan Nannochloropsis oculata.. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 37(2):
309-321
Sung, K.D., J.S. Lee, C.S. Shin, S.C.Park & M.J. Choi. 1999. CO2 fixation
by Chlorella sp. KR-1 and its cultural characteristics. Biores.Technol.,
68:269-273.
Zhang,
Y., Dubé, M.A., McLean, D.D., Kates, M., 2003. Biodiesel production from waste
cooking oil. 1. Process design and technological assessment. Bioresour. Technol.
89, 1–16.
0 comment:
Posting Komentar