Spirulina merupakan mikroalga yang tersebar secara luas, sehingga dapat
ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut, dan tawar. Spirulina merupakan mikroalga yang
berwarna hijau kebiruan dengan ciri-ciri morfologi yang berbentuk benang atau
filamen dengan sel berpilin yang berbentuk seperti spiral (Tomaselli, 1997 dalam Santosa, 2010).
Spirulina
sp. merupakan salah satu jenis mikroalga yang banyak digunakan sebagai bahan
baku industri karena memiliki kandungan nutrisi seperti protein, asam lemak,
vitamin, dan antioksidan yang tinggi. Selain digunakan dalam dunia industri, Spirulina sp. juga dapat dikonsumsi
langsung oleh manusia seperti yang dilakukan oleh penduduk di sekitar Danau
Chad, Republik Chad, Afrika dan di sekitar Danau Texcoco, Meksiko yang
menjadikannya sebagai suplemen bergizi tinggi maupun sebagai bahan baku makanan
tradisional (Belay, 2008). Kandungan nutrisi Spirulina yang lengkap dan berimbang telah dimanfaatkan secara
optimal di beberapa negara untuk mengatasi berbagai kasus gizi buruk dan gizi
kurang.
Spirulina
memiliki keunggulan dibandingkan jenis bahan pangan lainnya yaitu mengandung
protein 60-70% dari bobot keringnya. Sementara menurut Herikson (1989) dalam Diharmi (2001), protein yang
dikandungnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sumber pangan seperti daging
dan ikan (15-25%), kedele (35%), kacang-kacangan (25%), telur (12%),
biji-bijian (8-14%), dan susu pada umumnya (3%). Belay et al, (1996) menyatakan bahwa selain mengandung protein yang cukup
tinggi, Spirulina juga mengandung
asam lemak essensial terutama GLA-gamma
acid, polisakarida, pikobiliprotein, karotenoid, vitamin terutama vitamin
B12, dan mineral. Kandungan mineral dan vitamin yang terdapat dalam Spirullina adalah kalium (15.400mg/kg), kalsium (1.315 mg/kg), seng (39 mg/kg), magnesium
(1.915 mg/kg), mangan (25 mg/kg), besi (580 mg/kg), selenium (0,40 ppm), dan
fosfor (8.942 mg/kg), serta vitamin A, B1, B2, dan B3. Kandungan nutrisi
Spirulina dari beberapa riset yang
telah dilakukan yakni protein sebesar 55-70%, lemak sebesar 6-8%, karbohidrat
sebesar 15-25%, mineral sebesar 7-13% dan serat sebesar 8-10%. (Belay dan
Handayani, 2003)
Selain kandungan nutrisi yang
lengkap, Spirulina memiliki kelebihan lain yaitu biaya lingkungan yang murah.
Ditinjau dari segi lahan yang dibutuhkan, Spirulina hanya membutuhkan 0,6 m2
lahan tidak subur untuk memproduksi satu kilogram protein. Luas lahan tersebut
jauh lebih rendah dibandingkan dengan produksi satu kilogram protein dari kedelai, jagung dan daging yang membutuhkan
lahan subur dengan luas masing-masing 16 m2, 22 m2, dan 190 m2 Ditinjau dari
segi air yang dibutuhkan Spirulina hanya membutuhkan 2100 liter air payau untuk
memproduksi satu kilogram protein. Jumlah air tersebut jauh lebih rendah
dibandingkan dengan produksi satu kilogram protein kedelai, jagung dan daging
yang membutuhkan air bersih dengan jumlah masing-masing 9.000 liter, 12.500
liter, dan 105.000 liter. (Henrikson,
2009)
Indonesia merupakan negara yang
terletak di daerah lintang tropis dengan suhu yang relatif tinggi pada kisaran
21-32oC dan intensitas cahaya matahari yang relatif merata dan
tersedia sepanjang tahun. Kondisi tersebut mendukung pertumbuhan Spirulina, baik Spirulina platensis (spesies air laut) maupun Spirulina fusiformis (spesies air tawar). Dengan demikian, potensi
budidaya Spirulina sebagai produk
akuakultur di Indonesia dapat dikatakan sangat tinggi. Pada tahun 2010, Spirulina platensis telah berhasil
dibudidayakan dalam skala masal (kolam) di perairan Teluk Awur jepara dan telah
berhasil dikembangkan untuk food grade
yang sangat aman dikonsumsi oleh manusia. Produktivitas tercatat cukup tinggi
maksimal mencapai 7 kg/kolam ukuran 100 m2 setiap bulan.
Berdasarkan data di atas spirulina
sangat potensial sebagai bahan ekstrak pengolahan youghurt (Spirayoghurta)
yakni nutrient drink untuk suplemen ibu hamil.
Dalam hal pemanfataannya menjadi bahan tambahan untuk youghurt, membutuhkan
beberapa tahap yaitu pembuatan youghurt yang meliputi perendaman susu
(towhing), Pasteurisasi (pemanasan susu), Pencampuran bakteri dengan susu ,
Inkubasi , dan ekstraksi.
Tahap pertama yang dilakukan adalah
persiapan. Tahap ini meliputi pengadaan peralatan berupa alat-alat produksi dan
bahan baku berupa susu dan Spirulina.
Selanjutnya yaitu pembuatan youghurt yang diawali dengan perendaman susu segar
beku. Susu beku direndam dalam bak dengan air mengalir sampai cair selama 1,5 – 2 jam sampai cair, perendaman
tidak boleh lebih dari 3 jam karena akan
mengakibatkan susu rusak . Kemudian pembukaan kemasan susu dengan memastikan
kondisi susu tidak menggumpal. Sebelum dipanaskan tes susu tersebut dengan
alkohol dengan perbandingan 1 : 1 cc . Saring susu dengan saringan teh yang
bersih. Langkah selanjutnya yaitu pasteurisasi (pemanasan susu). Cara
memanaskannya sama dengan diatas, setelah mencapai 80 derajat dinginkan sampai
susu susu turun menjadi 40 derajat. Siapkan 2 jenis bakteri, yaitu bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Strephtillus thermopillus. Langkah
selanjutnya yaitu Inkubasi. Pencampuran susu dimasukkan ke dalam wadah
inkubator dengan lampu listrik 25 watt selama 4 jam. Kemudian simpan youghurt
dalam lemari pendingin hingga membeku. Selanjutnya yaitu ekstraksi. Pada
spirulina ini dilakukan ekstraksi dengan menggunakkan metode maserasi
menggunakkan ethanol (perendaman dengan ethanol) yang selanjutnya hasil
ekstraksi dimasukkan dalam rotavapor.
Penambahan Ekstrak Spirulinan dan Formula Yoghurt
Setelah proses pembuatan
yoghurt telah usai selanjutnya dilakukan proses penambahan spirulina, hal ini
dilakukan pada tahap akhir supaya tidak merusak bakteri yang ada di dalam
yoghurt. Spirulina yang dijadikan bahan
tambahannya merupakan jenis spirulina yang sudah kering dimana spirulina kering
ini didapatkan dari hasil rotavapor kemudian dijemur dalam sebuah media seperti
loyang dalam sebuah ruangan tertutup bersuhu 17° sampai spirulina tersebut akan
mengering dengan sendirinya. Setelah itu proses penambahan dilakukan dengan
menggunakkan perbandingan berat antara yoghurt dan spirulina kering 1 gr : 1
mg, artinya pada setiap 1gr yoghurt akan
ditambahkan 1mg spirulina kering. Selanjutnya tinggal dilanjutkan tahap
pengemasan produk jadi.
Dengan memperhatikan kebermanfaatan
dari spirulina serta keserhanaannya dalam mengolahnya maka perlu diupayakan
untuk mencegah terjadinya peningkatan kematian ibu yang disebabkan oleh anemia
zat besi. Penerapan spirulina sebagai bahan ekstrak youghurt sebagai nutrient drink menjadi pilihan yang
harus dipertimbangkan.
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa Indonesia mempunyai
peluang yang cukup besar untuk pengembangan nutrient drink berupa
Spirayoghurta. Dengan adanya pengembangan youghurt spirulina ini selain dapat
membantu pemerintah terhadap tujuan pembangunan millenium (MDGs) yaitu
meningkatkan kesehatan ibu dimana target pada tahun 2015 yakni mengurangi
sampai ¾ resiko jumlah kematian ibu, juga dapat membantu pemerintah dari segi
ekonomi. Jika pemerintah mampu mendatangkan investor yang dapat
mendistribusikan spirayoghurta ini keluar negeri maka dengan sendirinya
perekonomian indonesia akan terangkat.
Namun, prospek pengembangan youghurt
spirulina ini tidak akan berjalan dengan baik jika beberapa pihak yang terkait
tidak memberikan dukungan yang maksimal terhadap pengembangan spirayoghurta
ini. Pihak–pihak yang terkait tersebut antara lain pemerintah terutama
Departemen Kesehatan, Departemen Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Pangan
dan Gizi. Disamping itu peran dari masyarakat, akademisi dan Investor juga di
perlukan.
Berdasarkan tahapan-tahapan tersebut
dalam pengolahan spirulina ini maka pihak yang sangat terkait dalam proyek ini
adalah masyarakat. Dari data statistik menunjukkan bahwa dua pertiga wilayah
Indonesia terdiri dari perairan, maka hal ini akan mendorong masyarakat dalam
usaha pengembangbiakan mikroalga. Terutama masyarakat yang berada di dekat
perairan yang mata pencaharian sebagai nelayan. Realita yang ada menunjukkan
bahwa perekonomian para nelayan tidaklah menentu. Oleh karena itu peran
masyarakat di sini adalah sebagai pembudidaya mikroalga berupa spirulina.
Dengan budidaya spirulina yang mereka kembangkan di harapkan mereka dapat
memanen spirulina dan dapat menjual hasil panen mereka ke perusahaan yang
bergerak dalam pengolahan spirulina. Hal ini di sebakan karena peralatan yang
di gunakan memerlukan biaya yang cukup mahal. Proyek ini dapat di jadikan
sebagai alternatif sumber penghidupan perekonomian mereka.
Dalam hal ini para Investor dan
akademisi juga memegang peranan penting. Proses pasteurisasi, inkubasi, dan
ekstraksi tidak akan bisa berlangsung jika peralatan yang digunakan dalam
proses ini tidak ada. Padahal dana yang dibutuhkan cukup besar untuk
mendatangkan peralatan ini. Oleh karena itu, dibutuhkan para investor yang mau
menanamkan modalnya dalam bidang ini. Peranan akademisi di sini diperlukan
dalam melakukan riset yang dapat mengetahui proses ekstraksi spirulina yang
lebih efektif.
Berdasarkan posisi peranan yang ada,
maka tidak akan berjalan dengan baik jika dari pihak pemerintah sendiri tidak
memberikan dukungan yang maksimal. Oleh karena itu kita juga membutuhkan
bantuan dari pihak pemerintah yaitu dari pihak Departemen Perikanan dan Ilmu
Kelautan dalam implementasi pembiakan spirulina dengan membantu penyuluhan
kepada masyarakat tentang potensi pembiakan spirulina dan memberikan penyuluhan
tentang spirulina yang dapat di gunakan sebagai bahan ekstrak pengolahan
youghurt.
Apabila semua pihak yang terkait
tersebut berjalan sesuai dengan proporsinya maka sebuah sumbangan besar bagi
negara ini dalam peran aktifnya meningkatkan kesehatan ibu dan juga peningkatan
ekonomi. Hal ini di karenakan kita dapat mendatang seorang investor yang mampu
menyalurkan produk ini keluar negeri. Sehingga di harapkan proyek ini dapat
membantu meningkatkan perekonomian di Indonesia.
Pemberdayaan
Masyarakat dalam Pemanfaatan Spirulina sebagai Bahan Ekstrak Youghurt
Pemberdayaan adalah suatu proses
yang berjalan terus-menerus untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat
dalam meningkatkan taraf hidupnya (Badan Pemberdayaan Masyarakat Daerah Jawa
Barat, 2006).
Model pemberdayan masyarakat yang
dapat dilakukan dalam hal ini melalui pendampingan oleh petugas dari Departemen
Perikanan dan Kelautan. Masyarakat yang berada di daerah perairan terutama yang
bermata pencaharian sebagai nelayan dapat melakukan budidaya spirulina yang
setiap minggunya diawasi oleh petugas yang ada untuk memantau pembudidayan yang
ada sehingga dapat dihasilkan spirulina yang optimal. Dengan model seperti ini
diharapkan masyarakat dapat mandiri secara finansial. Di samping itu dengan
adanya teknik pembudidayan dan pengolahan yang tidak memerlukan biaya yang
besar dan mudah untuk diterapkan dalam kehidupan masyarakat dengan ekonomi yamg
menengah ke bawah.
0 comment:
Posting Komentar