Loading...
13 Feb 2016

Pengaruh Perbedaan Periode Aerasi Karbondioksida terhadap Laju Pertumbuhan dan Kadar Total Lipid pada Kultur Nannochloropsis oculata


Journal Of Marine Research.
Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman
Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr

Pengaruh Perbedaan Periode Aerasi Karbondioksida terhadap Laju Pertumbuhan dan Kadar Total Lipid pada Kultur Nannochloropsis oculata


Puji Norbawa*), Ervia Yudiati dan Widianingsih
Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro
Kampus Tembalang, Semarang 50275 Telp/Fax. 024-7474698
email: annurbawa@gmail.com
Abstrak
            N. oculata biasa digunakan sebagai pakan alami dalam bidang budidaya. Selain digunakan sebagai pakan, N. oculata berpotensi sebagai sumber energi alternatif karena mempunyai kandungan lipid yang besar. Mikroalga dapat memanfaatkan CO2 pada proses fotosintesis sehingga bisa digunakan sebagai degradator karbondioksida.  Pemberian aerasi karbondioksida diharapkan dapat meningkatkan laju pertumbuhan N. oculata serta produksi total lipid yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan periode aerasi  karbondioksida pada kultur N. oculata terhadap laju pertumbuhan dan produksi total lipid yang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan periode aerasi karbondioksida berpengaruh dengan beda nyata (P < 0,05) terhadap laju pertumbuhan rata – rata dan produksi total lipid. Perlakuan aerasi CO2 selama 3 menit mempunyai laju pertumbuhan rata - rata paling tinggi yaitu 0,574 doubling/hari. Sementara laju pertumbuhan rata – rata pada perlakuan aerasi selama 4 menit hampir sama dengan kontrol yang masing – masing mempunyai laju pertumbuhan 0,484  doubling/hari dan 0,462  doubling/hari. Presentase produksi kadar total lipid terbesar dihasilkan pada perlakuan dengan aerasi karbondioksida selama 4 menit sebesar 80,58%. Kemudian dilanjutkan dengan perlakuan aerasi karbondioksida selama 1 menit, 2 menit dan kontrol masing – masing menghasilkan lipid sebesar 65,98 %-dw; 65,77%-dw dan 64,98%-dw. Sedangkan pemberian aerasi karbondioksida selama 3 menit mempunyai nilai terkecil yaitu sebesar 39,72%-dw. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian aerasi karbondioksida selama 3 menit dapat meningkatkan laju pertumbuhan rata- rata N. oculata. Namun peningkatan laju pertumbuhan tersebut tidak disertai dengan peningkatan produksi total lipid.

Kata kunci: Nannochloropsis oculata, karbondioksida, laju pertumbuhan, total lipid
          
Abstract
           N. oculata is commonly used as a natural food in larviculture. Due to the fact on its highly lipid content, N. oculata is recently becoming one of a good candidate for a source of alternative energy. Microalgae utilizes CO2 during photosynthesis. This fact will lead and used this microalgae as a carbondioxide degradator. Providing of carbon dioxide aeration is expected to increase the rate of growth of N. oculata as well as total lipid production. This research aimed to determine the effect of different periods on carbondioxide aeration on the growth rate and total lipid production in N. oculata culture. The results showed that different time on carbondioxide aeration was  significantly different (P < 0.05) on the average growth rate as well as total lipid production. Carbondioxide aeration treatment for 3 minutes have the highest average growth rate which is 0,574 doubling/ day. While the average growth rate at treatment aeration for 4 minutes almost equal to the  control i.e. 0,484 doubling/ day and 0,462 doubling/ day. The highest percentage of total lipid production has reached  in 4 minutes carbondioxide aeration treatment (80.58%-dw). Furthermore, the lipid production on 1 minute, 2 minutes aeration time and control were 65.98%-dw, 65.77%-dw and 64.98%-dw, respectively. The treatment with carbondioxide aeration for 3 min was the lowest (39.72%-dw). Based on these results it can be concluded that carbondioxide aeration for 3 minutes increased the growth rate of N. oculata. However, the increment on growth rate were not accompanied with the increment on total lipid production.

Keywords:Nannochloropsis oculata, carbondioxide, growth rate, total lipid


*) Penulis penanggung jawab


Pendahuluan
Mikroalga merupakan mikroorganisme prokariotik atau eukariotik yang dapat berfotosintesis dan dapat tumbuh cepat pada kondisi yang sulit (Mata et al., 2010). Semua jenis mikroalga memiliki komposisi kimia sel yang terdiri dari protein, asam nukleat, karbohidrat dan lipid . Mikroalga juga mengandung bahan-bahan organik seperti polisakarida, hormon, vitamin, mineral dan juga senyawa metabolit sekunder (Richmond, 2003). Mikroalga sudah lama dikenal sebagai sumber protein dalam budidaya larva udang ataupun ikan (Ikhsan et al, 2006) dan sebagai suplemen makanan bagi manusia (Andersen, 1995). Pemanfaatan mikroalga dalam bidang farmakologi meliputi antibakteri, antioksidan, antijamur, dan antivirus (Chang et al., 1993).
Selain hal tersebut, mikroalga juga berpotensi sebagai sumber energi terbarukan (Chisti, 2007). Namun kenyataannya, hingga saat ini pemanfaatan mikroalga terutama dalam kaitannya sebagai sumber energi masih belum maksimal. Karbondioksida merupakan faktor pembatas dalam kultur mikroalga. Penambahan karbondioksida akan mencukupi kebutuhan karbon mikroalga yang selanjutnya akan disintesis menjadi energi. Energi yang dihasilkan pada proses fotosintesis mikroalga dapat digunakan sebagai pertumbuhan, cadangan makanan atau untuk mempertahankan diri saat terjadi tekanan pada lingkungan (Khoo et al., 2011). 
Proses biosintesis lipid pada mikroalga membutuhkan energi yang besar, diawali dengan proses pembentukan karbohidrat kemudian dilanjutkan dengan akumulasi lipid (Ahmad et al., 2011). Chisti (2007) juga mengatakan bahwa aerasi karbondioksida akan memacu proses fotosintesis pada reaksi Calvin. Laju fotosintesis pada mikroalga yang diberi aerasi dengan CO2  akan memacu sintesis karbohidrat. Karbohidrat yang berlebihan dalam sel mikroalga akan dikonversi dalam bentuk total lipid.

Materi dan Metode
a. Kultur Mikroalga
Stok  N. oculata yang diperoleh dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara. Kultur  dilakukan dengan cara menambahkan 2,5 L stok murni (1/3 bagian) ke dalam media air laut dengan salinitas 30 ppt sebanyak 5 L (2/3 bagian). Selanjutnya ditambahkan pupuk  Walne (NH4NO3 100 g; NaH2PO4 20   g; H3BO3 33,6 g;  NaEDTA 45    g; FeCl2 1,3   g; MnCl2 0,36 g; Vitamin B12 0,001 g) yang diperoleh dari BBPBAP Jepara sebanyak 7,5 ml (dosis 1ml/L) Proses menghasilkan stock murni 7,5 liter. Selanjutnya dilakukan penanaman pada erlenmeyer dengan volume 500 ml. Selanjutnya kultur N. oculata dinkubasi dalam suhu 17-20oC dan pencahayaan (2750 lux selama 24 jam/hari).

b. Aerasi Karbondioksida
Aerasi karbondioksida dilakukan setiap 24 jam hingga waktu panen. Setiap perlakukan menggunakan 3 ulangan,  diaerasi dengan waktu  yang berbeda yaitu 1, 2, 3 dan 4 menit serta tanpa aerasi CO2 sebagai kontrol. Setelah dilakukan aerasi karbondioksida kemudian dilakukan penghitungan CO2 terlarut dengan metode titrasi. Volume sampel 20 mL yang telah ditambahkan 2 tetes indikator PP dititrasi dengan menggunakan larutan Na2CO3 0,0454 N. Selanjutnya  Konsentrasi karbondioksida (CO2) terlarut dihitung dengan menggunakan rumus APHA (1978):

c. Penghitungan Kepadatan dan Panen
Penghitungan kepadatan dilakukan dengan menggunakan haemacytometer. Panen dilakukan pada fase stasioner awal dengan cara sentrifugasi. Kemudian dilanjutkan dengan peyaringan sebanyak 100 mL kultur N. oculata menggunakan kertas Whatman GF/F dengan bantuan vacum pump dan miliphore.  Laju pertumbuhan relatif dihitung dengan rumus (Wood et al., 2005):


d. Analisa lipid mikroalga N. oculata
Ekstraksi lipid yang akan dilakukan merupakan modifikasi dari metode Bligh and Dyer (1965). Biomassa kering N. oculata dimaserasi menggunakan metanol sebanyak 60 ml. Maserasi dilakukan pada suhu 400 celcius selama 2 jam. Perlakuan secara mekanik ditambahkan dengan melakukan stirring selama 10 menit menggunakan magnetik strirer. Kemudian ditambahkan N-hexan sebanyak 60 ml. Selanjutnya dilakukan pemisahan fraksi metanol dan n- heksan dengan menggunakan corong pisah. Setelah di dapatkan fraksi n – heksan dilakukan proses evaporasi pelarut menggunanakan oven dengan suhu 110oC untuk mendapatkan total lipid. Kemudian dilakukan proses penimbangan lipid.

Hasil dan Pembahasan
a. Kepadatan N. oculata
          Penambahan aerasi CO2 selama 3 menit menunjukkan pertumbuhan logaritmik paling tinggi. Kepadatan sel tertinggi terjadi pada hari ke- 9 yaitu mencapai 7.483 x 104  sel/ml. Sementara pada kontrol, 1 menit, dan 2 menit kepadatan sel masing – masing yaitu 3.720 x 104   sel/ml, 5.172 x 104   sel/ml, 6.040 x 104   sel/ml. Penambahan aerasi CO2 tidak selalu direspon positif dengan penambahan pertumbuhan logaritmik oleh N. oculata. Hal ini ditunjukkan oleh hasil pertumbuhan  logaritmik pemberian aerasi CO2 selama 4 menit yang justru mengalami penurunan. Kepadatan sel pada perlakuan 4 menit yaitu 4.284 x 104  sel/ml. Chiu et al.,  (2008) menjelaskan bahwa pemberian aerasi karbondioksida yang terlalu banyak dapat menghambat pertumbuhan N. oculata karena kondisi pH yang terlalu rendah.

Gambar 1.  Grafik pertumbuhan harian N. oculata pada perlakuan perbedaan periode aerasi karbondioksida

Karbondioksida yang diberikan berfungsi sebagai bahan utama dalam proses fotosintesis mikroalga sehingga dapat meningkatkan laju proses fotosintesis yang mengakibatkan meningkatnya kelimpahan sel N. oculata. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Chiu et al., (2008) pemberian gas karbondioksida pada kultivasi N. oculata dengan konsentrasi 2%  mampu meningkatkan jumlah kelimpahan sel N. oculata hingga 50 % dibandingkan dengan Kontrol. Namun penambahan gas karbondioksida sebanyak 5% justru menghambat pertumbuhan.
Beberapa penelitian lain juga menunjukkan bahwa pemberian aerasi karbondioksida dapat meningkatkan kepadatan puncak, tetapi setelah melebihi batas maksimal justru menghambat pertumbuhan N. oculata. Penghambatan pertumbuhan N. oculata  terjadi pada pemberian aerasi dengan konsentrasi gas karbondioksida lebih dari 5% (Silva dan Pirt, 1984; Sung et al., 1999; Chang dan Yang, 2003; de Morais dan Costa, 2007a,b).
Penambahan karbondioksida pada kultur N. oculata akan mencukupi kebutuhan karbon yang digunakan untuk proses fotosintesis. Proses fotosintesis pada N. oculata akan menghasilkan energi. Energi tersebut dapat berupa karbohidrat, lipid dan protein. Energi yang dihasilkan pada proses fotosintesis mikroalga dapat digunakan sebagai pertumbuhan, cadangan makanan atau untuk mempertahankan diri saat terjadi tekanan pada lingkungan (Khoo et al., 2022). Pada perlakuan pemberian aerasi CO2 selama 4 menit dimungkinkan energi yang dihasilkan dari proses fotosintesis tidak digunakan untuk pembelahan sel melainkan dikonversi atau disimpan dalam bentuk lain. Pada perlakuan 4 menit terjadi tekanan lingkungan yang cukup ekstrim dimana pH pada kultur mencapai 5,2 serta salinitas mencapai 35 ppt.

b. Laju Pertumbuhan N. oculata
          Laju pertumbuhan rata - rata pada perlakuan Kontrol, 1 menit, 2 menit, 3 menit dan 4 menit masing – masing menunjukkan hasil 0,462; 0,515; 0,540; 0,574 dan 0,484 doubling/ hari.

Gambar 2.   Laju pertumbuhan rata - rata N. oculata selama kultur denganperlakuan waktu aerasi karbondioksida yang berbeda


Tabel 9.     Laju pertumbuhan harian (doubling/hari)  N. oculata dengan perlakuan perbedaan periode aerasi karbondioksida


Pada penelitian ini fase adaptasi terjadi secara singkat. Hal ini ditunjukkan dengan laju pertumbuhan yang cukup tinggi sejak hari pertama. Laju pertumbuhan pada hari pertama pada perlakuan Kontrol, 1 menit, 2 menit, 3 menit dan 4 menit yaitu 0,701; 0,904; 0,987; 1,083 dan 1,203 doubling/ hari. Kultur N. oculata dengan perlakuan pemberian aerasi karbondioksida mempunyai fase adaptasi yang singkat. Fase adaptasi menjadi fase yang  penting karena pada fase ini mikroalga menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru (Chiu et al., 2008). Boyd (1982)  juga menjelaskan bahwa penambahan CO2 dalam kultur menyebabkan terjadinya penurunan pada pH air. Pada hari ke- 2 terjadi laju pertumbuhan tertinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan hari lain. Laju pertumbuhan pada hari ke- 2 pada perlakuan kontrol, 1 menit, 2 menit, 3 menit dan 4 menit yaitu 1,113; 1,219; 1,425; 1,435 dan 0,940 doubling/ hari. Pada hari ke- 2 laju pertumbuhan paling tinggi terjadi pada perlakuan 3 menit. 
Pada perlakuan aerasi CO2 selama 4 menit, pada hari pertama mengalami laju pertumbuhan tertinggi dibanding dengan perlakuan lain justru pada hari ke- 2 mengalami penurunan. Hal ini dimungkinkan karena pengaruh pemberian aerasi CO2 pada kultur N. oculta. Penambahan karbondioksida dapat memenuhi kebutuhan karbon N. oculata yang digunakan sebagai bahan fotosintesis. Panggabean (2011) menjelaskan bahwa kemampuan pemanfaatan karbondioksida pada mikroalga N. oculata dan Chlorella vulgaris tergolong tinggi dibandingkan dengan spesies lain. Penambahan karbondioksida secara tepat pada N. oculata dapat menaikkan laju  pertumbuhan. Chiu et al., (2008) juga menjelaskan bahwa penambahan karbondioksida sebanyak 2% dapat meningkatkan laju pertumbuhan. Namun penambahan karbondioksida lebih dari 5% justru dapat menghambat laju pertumbuhan.
Laju pertumbuhan yang cukup tinggi pada awal kultur dimungkinkan pada fase eksponensial mikroalga lebih banyak mensintesis protein yang digunakan untuk pembelahan sel. Bellou dan Aggelis  (2013) menjelaskan bahwa saat kualitas air menunjang untuk pertumbuhan mikroalga serta masih tersedia nitrogen dalam media, mikroalga akan mensintesis protein yang digunakan untuk proses pembelahan sel. Namun saat nitrogen dalam media kultur sudah habis mikroalga lebih banyak mengakumulasi hasil fotosintesis dalam bentuk lipid. Widianingsih et al., (2011) menjelaskan bahwa semakin kecil konsentrasi fosfat dan nitrat yang diberikan pada kultur N. oculata maka total lipid yang dihasilkan semakin besar. Jumlah fosfat dan nitrat yang besar dalam media kultur menyebabkan  N. oculata lebih banyak memproduksi protein dan karbohidrat (Hu dan Gao, 2006). Chiu et al., (2008) juga menjelaskan produksi total lipid mikroalga tertinggi terjadi pada fase stasioner. Hasil penelitian Widianingsih et al., (2011) juga menunjukkan bahwa pada fase stasioner N. oculata memiliki kadar total lipid yang lebih besar dibandingkan pada fase eksponensial. Besarnya kandungan lipid total pada mikroalga N. oculata pada fase stasioner dibandingkan dengan fase eksponensial juga telah ditunjukkan oleh hasil penelitian Pratoomyot et al., (2005) begitu pula pada spesies Tetraselmis suecica (Guzman et al., 2010). Guzman et al., (2010) juga menambahkan bahwa pada fase stasioner telah terjadi penurunan pembelahan sel dan sel mulai menyimpan produknya dalam bentuk lipid . Semakin menurunnya jumlah nutrien pada fase stasioner mengakibatkan terjadinya penurunan pembelahan sel pada mikroalga kelas Eustigmatophyceae dan Bacillariophyceae secara bertahap dan mulai menyimpan produknya dalam bentuk lipid (Pratoomyot et al., 2005).

c. Kadar Total Lipid N. oculata
          Peningkatan lipid paling besar terjadi pada perlakuan pemberian aerasi CO2 selama 4 menit. Pada perlakuan ini kadar total lipid yang dihasilkan mikroalga Nannochloropsis oculata mencapai 81, 26%-dw. Sementara pada kontrol, 1 menit, dan 2 menit mempunyai kadar total lipid yang relatif sama yaitu 65,47%-dw, 65,53%-dw dan 65,32%-dw. Sedangkan pada perlakuan pemberian aerasi karbondioksida selama 3 menit justru mengalami penurunan yang signifikan, yaitu 39,86%-dw.  

Gambar 3.   Kadar total lipid N. oculata (% berat kering) pada  perbedaan periode aerasi yang berbeda


Kondisi peningkatan lipid yang terjadi pada perlakuan pemberian aearasi CO2 selama 4 menit berbanding terbalik dengan kepadatan puncak serta laju pertumbuhan. Kondisi ini juga terjadi pada perlakuan aerasi CO2 selama 3 menit. Pada perlakuan tersebut produksi total lipid yang dihasilkan N. oculata menunjukkan terjadinya penurunan. Namun kepadatan puncak serta laju pertumbuhan rata - rata justru mengalami peningkatan dan mempunyai nilai tertinggi dibanding dengan perlakuan lain. Penambahan karbondioksida akan memenuhi kebutuhan karbon pada mikroalga yang selanjutnya digunakan sebagai bahan fotosintesis. Proses fotosintesis akan menghasilkan energi. Energi tersebut dapat berupa karbohidrat, lipid dan protein. Energi yang dihasilkan pada proses fotosintesis mikroalga dapat digunakan sebagai pertumbuhan, cadangan makanan atau untuk mempertahankan diri saat terjadi tekanan pada lingkungan (Khoo et al., 2011). Pada perlakuan aerasi karbondioksida selama 3 menit dimungkinkan energi yang dihasilkan dari proses fotosintesis digunakan sebagai pertumbuhan N. oculata. Hal ini juga dikuatkan oleh Ehrenfeld dan Cousin (1982) yang menyatakan bahwa dalam kondisi optimum mikroalga lebih banyak melakukan sintesisa protein yang digunakan untuk sintesis DNA yang selanjutnya digunakan sebagai proses pembelahan sel. Sedangkan pada perlakuan aerasi selama 4 menit kemungkinan besar energi yang dihasilkan digunakan sebagai upaya mempertahankan diri saat terjadi tekanan lingkungan. Schenk et al., (2008) juga menyatakan bahwa mikroalga di alam mengakumulasi lipid saat terjadi tekanan pada lingkungan. Dalam kondisi tidak optimal tersebut mikroalga tetap melakukan proses fotosintesis dengan bantuan CO2 dan mengakumulasi energi dalam bentuk karbohidrat dan lipid. Penggunaan karbondioksida pada kultur mikroalga juga dilakukan oleh Olaizola et al., (2004) dijelaskan bahwa bahwa mikroalga dapat menyerap karbondioksida pada kisaran pH 4,5 – 10,5 dengan konsentrasi karbondioksida yang berbeda. Selanjutnya Boyd (1982) juga mengatakan pada pH 4,5- 6,5 reaksi yang terbentuk antara karbondioksida dan air akan menghasilkan asam karbonat. Sedangkan pada pH 6,5- 10,5 reaksi karbondioksida dan air akan menghasilkan bikarbonat. Pembentukan senyawa yang berbeda inilah yang dimungkinkan berpengaruh terhadap penyerapan karbondioksida pada N. oculata. Asam karbonat dan bikarbonat selanjutnya akan digunakan sebagai sumber karbon anorganik dalam proses fotosintesis mikroalga. Pada proses  fotosintesis mikroalga, sumber karbon anorganik yang berasal dari senyawa  asam karbonat dan bikarbonat dapat dikonversi menjadi energi. Namun jumlah asam karbonat yang berlebihan menyebabkan air bersifat asam. Kondisi pH selama kultur mempengaruhi penyerapan karbondioksida pada N. oculata karena pada kondisi tidak optimal mikroalga lebih banyak menggunakan energi sebagai upaya mempertahankan diri dan mengakumulasinya dalam bentuk lipid. Mikroalga dapat memanfaatkan karbon sebagai proses fotosintesis dalam bentuk asam karbonat, bikarbonat, karbonat atau CO2 bebas. Berbeda dengan tumbuhan tingkat tinggi yang hanya bisa memanfaatkan CO2 bebas yang terdapat di atmosfir melalui stomata dan lenti sel (Khoo et al., 2011). 
Chisti (2007) juga mengatakan bahwa aerasi karbondioksida akan memacu proses fotosintesis pada reaksi Calvin. Laju fotosintesis pada mikroalga yang diberi aerasi dengan karbondioksida  akan memacu sintesis karbohidrat. Karbohidrat yang berlebihan dalam sel mikroalga akan dikonversi dalam bentuk total lipid. Bellou dan Aggelis  (2013) menyatakan bahwa sintesa lipid diawali dengan sintesa karbohidrat. Dalam proses fotosintesis CO2 dikonversi menjadi gliceryde – 3 – phosphate (G3P) yang digunakan sebagai prekusor dalam pembentukan karhohidrat dan lipid. Selanjutnya Gliceryde- 3- phosphate diubah menjadi piruvat. Piruvat kemudian dikonversi menjadi asetil- koA dengan reaksi mengguakan enzim pyruvate dehydrogenase complex (PDC). Asetil- koA merupakan prekusor untuk sintesis asam lemak. Reaksi pembentukan asam lemak ini terjadi dalam plastida. Selanjutnya asam lemak yang terbentuk di plastida akan dibawa menuju retikulum endoplasma. Retikulum endoplasma akan mengubah asam lemak  menjadi lipid struktural atau lipid non struktural. Lipid struktural adalah lipid yang digunakan dalam pembentukan komponen sel. Sedangkan lipid non struktural adalah lipid yang digunakan sebagai bentuk cadangan energi.

Kesimpulan
          aerasi karbondioksida selama 3 menit optimal untuk meningkatkan kepadatan puncak dan laju pertumbuhan N. oculata yaitu 7.483 x 104  sel/ml dengan laju pertumbuhan maksimal sebesar 0,574 doubling/ hari. Namun tidak optimal untuk meningkatan   produksi total lipid N. oculata. Sementara aerasi selama 4 menit lebih optimal untuk meningkatkan total lipid N. oculata.




Ucapan Terimakasih
Penulis menyampaikan terimakasih kepada Ir. Ervia Yudiati, M.Sc. dan Ir. Widianingsih, M.Sc. sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan petunjuk dalam menyelesaikan jurnal ilmiah ini.

Daftar Pustaka
Ahmad, A.L., Yasin, N.H.M., Derek, C.J.C., Lim, J.K., 2011. Microalgae as a sustainable 754 energy source for biodiesel production: a review. Renewable and Sustainable 755 Energy Reviews 15, 584–593. 756
Andersen, S. 1995. Microencapsulated marine omega-3 fatty acids for use in the food industry. Food Tech Euro 1: 104 - 105
 [APHA] American Public Health Association, American Water Works Association and Water Pollution Control Federation. 1975. Standard Metode for the Examination of water and wastewater. 14 th ed, APHA, Washington, DC 20036.1193 pp.
Bellou, S. and G. Aggelis. 2013. Biochemical activities in Chlorella sp. and Nannochloropsis salina during lipid and sugar synthesis in a lab-scale open pond simulating reactor. J. Biotechnol.1:1-12
Bligh, E.G. and W.J. Dryer. 1959. A rapid method of total lipid extraction and purification. Can.J.Biochem.Pysiol., 37:911-917
Boyd, CE. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elselvier Sci. Pub.Co., Amsterdam
Chang T, Ohta S, Ikegami N, Miyata H, Kashimoto T, Kondo M. 1993. Antibiotic substances produced by a marine green alga, Dunaliella primolecta. Bioresource Technology. 44: 149-153.
Chang, E.H., Yang, S.S., 2003. Some characteristics of microalgae isolated in Taiwan for biofixation of carbon dioxide. Bot. Bul. Acad. Sin. 44, 43–52.
Chisti,Y. 2007. Biodisel from Microalgae. Institute of Techonolgy and Engineering, Massey University. Biotechnology Advances 25 (2007) 294–306.
Chiu, S.Y, Kao, C.Y. Tsai, M.T. Ong, S.C, Chen C.H, and Lin, C.S. 2009. Lipid Accumulation and CO2 Utilization of Nannochloroposis oculata to CO2 Aeration. Biosource Technology 100:833-838
de Morais, M.G., Costa, J.A.V., 2007a. Biofixation of carbon dioxide by Spirulina sp and Scenedesmus obliquus cultivated in a three-stage serial tubular photobioreactor. J. Biotechnol. 129, 439–445.
de Morais, M.G., Costa, J.A.V., 2007b. Isolation and selection of microalgae from coal fired thermoelectric power plant for biofixation of carbon dioxide. Energy Conv. Manag. 48, 2169–2173.
Guzman, H.M., A de la Jara Valido, L.C. Duarte & K. F, Presmanes. 2010. Estimate by means of flow cytometry of variation in composition of fatty acids from Tetraselmis suecica in response to culture conditions. Aquacult, Int., 18: 189–199.
Hu H and Gao K. 2006. Response of Growth and Fatty Acid Compositions of Nannochloropsis sp. to Environmental Factors Under Elevated CO2 Concentration, Biotechnol Lett. 28: 987-992.
Ikhsan, D., Yulianto, M.E., dan Ariwibowo, D.. 2006.,Studi Awal Pembuatan Biodisel Secara Kontinyu dalam Bioreaktor Packed Coloumn dari Minyak Jarak Pagar, Laporan Penelitian UNDIP.
Khoo HH, Sharratt PN, Das P, Balasubramanian RK, Naraharisetti PK, Shaik S. 2011. Life cycle energy and CO2 analysis of microalgae to biodisel: Preliminary results and comparisons. Bioresource Tech. 102:5800- 5807.
Mata, T.M.. A.A Martins dan N.S Caetona. 2010. Microalgae for Biodisel Production and Other Applications : A Review. Renewable and Sustainable Energy Reviews. 14: 217-232
Olaizola, M, T. Bridges, S. Flores, L. Griswold, J. Morency dan T. Nakamura. 2004. Microalgal Removal of CO2 from Flue Gases : CO2 Capture from a Coal Combuster, Biotech. Bioproc. Eng. 8: 360-367
Panggabean, L.M.G.2011. Fiksasi Karbondioksida pada Mikroalga Chlorella sp., strain Ancol dan Nannochloropsis oculata.. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia  37(2): 309-321
Pratoomyot, J., P. Srivilas and T. Noiraksar. 2005. Fatty Acids Composition of 10 Microalgal Species. Songklanakarin J. Sci. Technol., 27(6): 1179- 1187.
Richmond, A. 2003. Handbook of Microalgal Culture Biotechnology and Applied Phycology. Blackwell Publishing.
Schenk, P.M, R. Skye., Hall R.T., Stephens E., Max U.C.,. Mussgnug J.H, Posten C., Kruse O, and Hankamer B. 2008. Second Generation Biofuel: High Efficiency Microalgae for Biodiesel Production. Bioenergi 1: 20- 43
Silva, H.J., Pirt, S.J., 1984. Carbon dioxide inhibition of photosynthetic growth of Chlorella. J. Gen. Microbiol. 130, 2833–283
Sung, K.D., Lee, J.S., Shin, C.S., Park, S.C., Choi, M.J., 1999. CO2 fixation by Chlorella sp. KR-1 and its cultural characteristics. Bioresour. Technol. 68: 269–273
Widianingsih, R. Hartati, H. Endrawati, E. Yudiati, V.R. Iriani. 2011. Pengaruh Pengurangan Konsentrasi Nutrien Fosfat dan Nitrat Terhadap Kandungan Lipid Total Nannochloropsis oculata. Ilmu Kelautan 16 (1) 24-29
Wood, A.M., R.C. Everroad and L.M. Wingard. 2005. Measuring Growth Rate in Microalgal Culture. Academic Press: 269-283












0 comment:

Posting Komentar

 
TOP