Sudah setahun terakhir, Muammar Abas petambak ikan bandengasal Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati, Jawa Tengah menggunakan pakan protein rendah yang ditambah enzim. “Awalnya tidak percaya ada pakan protein rendah dapat digunakan sebagai pakan bandeng yang biasanya pakan berprotein tinggi. Setelah berdiskusi dengan penelitinya, akhirnya saya memberanikan diri melakukan percobaan dengan 3 kolam,” jelas Abas di kutip dari Trobos Aqua.
Sudah 3 kali siklus pemeliharaan terakhir, Abas menggunakan pakan protein rendah yang terdiri dari 1 siklus pemeliharaan semi intensif dan 2 siklus dengan pemeliharaan tradisional. Bahkan, ia pernah menguji cobakan perbandingan antara penggunaan pakan protein rendah (14%) dengan protein sedang (20 %) dan tinggi (27 -28 %). “Ternyata hasil panennya sama untuk berat ikannya dikisaran 3 - 4 ekor per kg,” jelasnya
.
Akhmad Fairus Mai Soni, yang merupakan salah satu perekayasa pakan protein rendah dari Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara menuturkan, respon pembudidaya terhadap formulasi pakan rendah protein awalnya dicemooh dan menurut mereka tidak masuk akal. Hal ini karena selama ini opini yang dipegang semua pembudidaya ikan adalah menumbuhkan ikan harus mengunakan protein tinggi.
Sementara, kata Fairus, mereka tidak mengerti mekanisme mesin pencernaan ikan bandeng. “Selama ini kita telah melakukan pemborosan ribuan ton protein dan dibuang percuma ke lingkungan. Hal yang sama juga dalam budidaya udang yang akhirnya memperburuk lingkungan dan resiko serangan penyakit sangat besar,” sebutnya.
Fairus mengungkapkan latar belakang membuat formulasi ini. Faktanya selama ini harga beberapa jenis ikan air tawar dan bandeng relatif rendah sementara harga pakan ikan cenderung naik. Kondisi ini kian menggerus keuntungan pembudidaya. “Atas kondisi tersebut kita berupaya mengefisienkan penggunaan pakan ikan disesuaikan dengan karakter pencernakan ikan. Studi mendalam, uji laboratorium, dan uji lapangan di masyarakat terhadap pakan berprotein rendan plus enzim ini sudah dilakukan sejak 4 tahun lalu,” tuturnya.
Saat ini, dijelaskan Fairus formulasi pakan rendah protein sudah diproduksi secara masal oleh pabrik pakan di Indonesia. Sementara di BBPBAP Jepara saat ini sedang diproduksi dengan adanya unit pabrik pakan mini. “Jadi sebetulnya tinggal sentuhan sedikit saja dan cara ini dapat diaplikasikan secara massal, sehingga dapat menghemat pakan hingga 40 %,” jelasnya.
Hanya, ia sebutkan perlu pendampingan aplikasi teknologi ini, sebab jika petani tidak tertib dalam aplikasinya, maka akan sia sia saja. “Untuk Standar Operasional Prosedur (SOP) aplikasi pakan rendah protein tidak boleh dikurangi,” tegasnya.
Tambah Keuntungan
Sejumlah keuntungan dapat petambak bandeng dengan menggunakan pakan protein rendah ini. Diungkapkan Fairus, selama ini budidaya ikan bandeng dengan pemberian pakan standar, pemberian pakannya sebanyak 2 – 3 kali sehari. Umumnya dalam pemeliharaan butuh waktu 4–5 bulan untuk mencapai 500 gram per ekor dengan tingkat keuntungan Rp 6-7 juta/Ha/musim tanam (produksi 1,5-1,7 ton/ha dengan jumlah ikan 6 ribu ekor/ha).
Sementara jika menerapkan program pakan rendah protein plus enzim dengan pemberian pakan cukup 1 kali per hari, diperoleh ikan ukuran 500 gram sebanyak 2,5 ton dengan pakan 3 ton dalam waktu 3 bulan. Biaya operasional sekitar Rp 23 jutaper siklus, dengan ukuran tebar benih 40 gram per ekor.
Lalu, jika harga ikan di tambak Rp 20 ribu per kg, maka keuntungan petambak sekitar Rp 27 juta untuk waktu pemeliharaan 3 bulan dari. “Merupakan lompatan produksi dan pendapatan pembudidaya ikan, sehingga sudah saatnya ikan bandeng dapat dijadikan bisnis utama bukan hanya kegiatan sampingan,” jelasnya.
Senada dengan Fairus, Abas mengatakan, keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan protein rendah plus enzim ini diantaranya, selisih harga lebih hemat sebesar Rp 50 ribu per satu karung pakan untuk protein sedang dan Rp 75 ribu per satu karang pakan untuk protein tinggi. “Harga pakan rendah protein dengan ditambahkan enzim sekitar Rp 5.000 per kg, sementara pakan standar protein 27 -28 % mencapai Rp 7.500 per kg,” ungkapnya.
Selain itu, keuntungan yang diperoleh dipaparkan Abas, waktu pemeliharaan lebih cepat 1 bulan dibandingkan dengan pemeliharaan pakan protein standar. Lalu, kualitas air di tambak lebih baik dan limbah yang dihasilkan dari pemeliharaan bandeng dengan protein rendah ini lebih sedikit juga.
Saat ini, ditambahkan Fairus, teknologi budidaya ikan bandeng protein rendah plus enzim ini telah banyak dilakukan di tingkat petani didaerah Jepara, Pati, Rembang, Pekalongan, Sidoarjo, Pasuruan,dan Bangil. Serta, direncanakan dalam waktu dekat di Sulawesi Selatan.
|
0 comment:
Posting Komentar